News Updates

Saat Hujan Turun

Saat Hujan Turun
Ntah kenapa hari ini gue begitu muak mau ke kampus. Ntah karena apa. Paket gue off, gak bisa having fun d bbm, belom lagi rasa berkecamuk dalam pikiran gue. Kenyamanan gue ilang, gue menderita homesick akut. Belum lagi kedilemaan gue saat ditanyain "Gimana, Ru? Udah Acc?", "Cari pak dosen lagi, Ru?" Sumpah ya, itu pertanyaan bikin gue nyesek banget.

Tapi hari ini prioritas utama gue adalah karena mau koneksi Wifian gratis dikampus. Udah seminggu semenjak paket gue off, ditambah seminggu ini gue off juga ngampusnya, jadi gue gak da cek medsos sama sekali. Tetiba koneksi on, langsung dah banyak "ting nong-ting nong".

Tapi beneran, gue malu jumpa ma kawan-kawan. Melihat mereka yang asik menunggu bimbingan sama pembimbing nya tercinta, ada juga yang lagi sibuk repot mengurusi berkas seminarnya. Seminar? Haduh, jangan tanya gue masalah itu.

Perasaan malu dan takut yang begitu memuncak ngebikin gue menjauh dari mereka. Gue duduk sendiri disalah satu pojokan sembari asik bbm an. Kawan-kawan yang mendekat sama sekali tak teracuhkan.

"Loe kenapa sih, Ru? Gak biasanya loe kek gini".
"Gapapa, cuma lagi ngerasa gak enak aja". Ketus gue.
"Gabung yuk sama kawan-kawan lain, itu Iyen, Alif, sama Rori mau seminar minggu depan".
Sontak, gue makin miris sama diri sendiri. Gue bukannya iri sama mereka, gue hanya menyesali diri. Lantas apa yang bisa gue lakuin? Nothing.

Gue cuma bisa terhenyak. Memandangi smartphone gue yang seakan lagi sibuk membalasi bbm, padahal dalam hati, ahsudahlah..

Hingga saat hujan turun.. Dalam kesendirian yang terhenyak, gue juga merintikkan sesuatu yang disebut dengan air mata.

"Oh hujan, cerita apalagi yang kau bawa sekarang? Tak puaskah kau melihatku begini? Tak puaskah kau menyaksikan aku yang begitu tersiksa karena rerintikmu? Rerintikmu yang selalu membasahi luka itu. Rerintikmu yang menyorakkan atas ketidakberdayaanku. Oh hujan, sungguh aku tidak menyalahkanmu karena kau berteman dengan takdir".

Semua kekalutan serta merta tercurah saat hujan itu. Ntah kenapa, kali ini hujan begitu tidak baik ke gue. Tak seperti biasa, gue yang begitu menikmati gerimis. Gue tau, tak seharusnya gue menjadi kayak gini. Menjalani hari yang sudah semakin memasuki bulan keempat. Menjalani hari yang menjadikan Juni begitu dekat. Semua telewati tanpa berarti.

Hingga saat hujan turun.. Dengan kepiawaiannya menumpahkan rerintik air kehidupan, ia berbisik.

"Wahai anak muda, tak seharusnya kau merintikkan air mata itu. Kau hanya akan semakin terhenyak, karena setitik air mata itu tak kan berarti dengan keberadaan rerintik ku yang menggenangkan kenangan.  Tak tau kah kau, aku yang dipersalahkan Matahari? Aku yang menutupnya, membuatnya tak bersinar. Membuatnya bermenung dibalik punggung. Tak tau kah kau, aku yang dipersalahkan seisi bumi? Hujatan, cercaan, dan makian dari mereka. Tapi apalah daya ku? Aku hanya sang hujan yang ditiup olehNya. Aku tak bisa menyangkal. Dia lah sang penentu takdir".

Aku terdiam, tak bergetar. Menunduk pilu.

"Wahai anak muda, semua yang ada dilangit dan dibumi sudah dijalurkan sesuai jalannya masing-masing. Begitu indah rencana dan kuasa Tuhan pada akhirnya. Seperti aku, matahari yang cemberut akan memancarkan sinar pelangi setelah aku tiada. Seisi bumi akan kembali bersih dan sejuk setelah aku tiada. Bunga bermekaran, hewan berlarian, dan kau pun tersenyum setelah aku tiada. Tapi aku senang, setidaknya dengan keberadaanku banyak manusia seperti dirimu yang berkeluh kesah. Dengan rintik-rintikku yang membawa cerita. Jatuh kebumi untuk menceritakan kembali supaya kalian sadar. Agar kalian tidak terpuruk dalam genangan kenangan itu. Kau hanya perlu bersabar, bertawakal kepadaNya. Berusaha dengan sekuat hati dan tenaga sesuai dengan apa yang kamu sebut "yang terbaik". Niscaya kelak, aku akan datang lagi menyimpan cerita itu, dan menyampaikannya dengan nada rintikan lain".

Subhanallah, kali ini gue tertampar hujan. Gue sadar, semua derita dan cerita itu sudah dilukiskan seelok pelangi sang hujan dan matahari. Gue cuma perlu bersujud dan memohon, gue yakin Allah akan memberikan penguatan melalui jalanNya. Satu lagi yang bikin gue sadar, Allah gak kan ngasih ujian yang melebihi kemampuan umatNya. Dengan ujian ini gue semakin yakin, Allah sayang ke gue dan dia tahu kalo gue bisa kuat untuk ngejalaninya.

Saat hujan turun, dia menyaksikan.
Saat hujan turun, dia menceritakan.
Namun saat dia pergi, dia lah suatu pengsyukuran.

Moleknya 7 Bidadari di Air Terjun Sarasah


Hello sobat Setya..
Ntah kayak yang pernah gue bilang sebelumnya, gue sama sekali gak ada bakat nulis atau hal yang berkaitan dengan mengarang cerita. Tapi ntah kenapa semakin kesini gue jadi pengen ngungkapin semuanya lewat tulisan. Bukan jadi novelis tujuan gue, atau kayak Raditya Dika, Sam Maulana atau Bene Dion yang tulisan mereka tuh selalu bikin ketawa ngakak. Tapi gue pengen ngungkapin semua yang gue rasain yang mungkin juga dirasain mahasiswa tingkat akhir lainnya di seluruh Indonesia. Semua berawal dari cerita explorasi alam yang belakangan sering gue lakuin.

Gue emank cinta banget sama yang travelling yah meskipun travelling gue gak kayak yang di tivi-tivi yang ditayangin setiap sabtu minggu itu. Travelling gue itu dimana gue bisa nikmatin setiap perjalanan yang bisa ngasih gue pelajaran untuk lebih menghargai dan mengucap syukur. Kali ini, ntah motivasi apa yang gue dapet, gue pengen nuangin semua pengalaman explorasi dan travelling itu dalam sebuah tulisan sederhana untuk dapat berbagi pada semua orang. Menguak betapa indahnya alam ciptaan Tuhan ini yang harus bersama kita jaga dan lestarikan serta bagaimana meningkatkan rasa syukur terhadapNya.

Oke, pada kesempatan ini gue mau nuangin cerita dan pengalaman gue sama rekan-rekan gue ke sebuah salah satu air terjun yang ada di Kota Padang. Tepatnya, di Ulu Gadut sekitar 30 menit dari pusat kota Padang. Yah, air terjun ini bernama Air Terjun Sarasah. Perbukitan tempat bersemayamnya air terjun molek 7 tingkat ini berada di wilayah konservasi hutan kota di belakang pabrik semen PT. Semen Padang.

Selepas shalat Jum’at 03 April 2015 dengan bermodal ilmu kodok, gue bareng Arif, Wildan, dan beberapa temen memutuskan untuk explore nature kesana. Udah lama sebenernya gue merengek ke Arif minta diajakin kemari. Tapi karena kesibukan dia PLK dan gue berkutat skripsi, tak ada waktu yang pas untuk kami go nature. Akhirnya, dengan acara dadakan gue bisa dateng nyamperin sang bidadari 7 tingkat ini.

Kami sebenernya udah cemas karena kami sampe udah kesorean, kami lama di jalan. Sempet 2 motor kepisah rombongan, jadi kami kelamaan nunggu di simpang Gadut. Diperjalanan gue udah berdebar karena ini first time nya gue jelajah ke ujung perbukitan batas kota Padang ini. Dari cerita yang gue denger, untuk pergi kesana ngelewatin kampus PGSD Universitas Negeri Padang, Rumah Sakit Jiwa (kalo orang sini sering bilangnya Indarung belok kiri, hehe), Lapangan Golf dan penampakan pabrik belakang PT. Semen Padang.

Akses kesana ternyata tak semudah yang gue bayangin. Ternyata jalan yang kami lalui itu jalan batu dan tanah sampai titik spot gerbang masuk. Dari gerbang masuk kami masih harus mengendarai motor lagi untuk ke lokasi parkir. Jalannya itu aduhh, gue kasian sama motornya Arif. Perjalanan dari parkir harus jalan kaki, sekitar 30 menitan. Namun ada kekecewaan di awal yang kami rasakan, adanya pungutan liar oleh warga yang kebunnya dilalui oleh orang-orang kesana. Bukan masalah duit seberapanya, tapi masalah pengelolaannya. Tempat wisata berpotensi ini masih dikelola oleh masyarakat sekitar dan itupun individual mereka sendiri. Oke gapapa.

Perjalanan berikutnya harus dilalui dari sungai ke hulu. Disitu gue udah takjub banget karena bnyaknya batuan gede, air yang jernih. Bener-bener alami banget, belom keeksplor sama sekali. Rasa takjub gue makin menjadi-menjadi ketika kami sampai di tingkat bawah dari Air Terjun ini. Gila keren banget. Gue pengen teriak tapi malu sama pengunjung lainnya. 




Seakan tak puas, kami pun mencoba Up Rapling ke tingkatan diatasnya. Oh my God, sumpah keren banget, di tingkatan ini air terjunnya tinggi banget, sekitar 15meteran menurut gue. Wow, kami masih lanjut pendakian. Karena tak ada batuan yang bisa dipijak, dari sini ke tingkatan diatasnya harus mendaki menggunakan tali. Gila ini terjal banget, sudut kemiringan 60 dderajat mamen, kepeleset-kepeleset kami yang mendaki itu bah.

Sesampainya diatas, pemandangan udah keren banget. Diantara perbukitan hijau yang menjulang tampai setumpuk hiruk pikuk kepadatan kota Padang dengan bangunannya. Di sini kami melaksanakan sholat Ashar sejenak karena di tingkatan ini bebatuannya agak lapang.

Kemudian kami Up Rapling lagi, ini yang terakhir. And this is it. Tingkatan terakhir Air Terjun Sarasah, yah walaupun gak berjumlah 7. Gue berdecak kagum. Keren banget. Kata Arif, disini spot yang keren buat berenang, karena cekungan air terjunnya lumayan dalem. 3-4 mater. Lebar nya juga gak seberapa. Berdiameter 4 meteran sepertinya. Selebar jalan raya. Tanpa buang waktu lagi, bergegas kami nyemplung satu persatu. Awalnya gue ragu, karena takut kelelep gitu. Eits gue bisa berenang kok, cuman kan udah lama gak mandi-mandi sungai kek gini, agak canggung aja rasanya. Haha.. Wow, amazing. Airnya bening banget, seger, wenak e poll..




Dari atas sini pemandangan sungguh Subhanallah. Betapa indahnya perbukitan yang terpampang itu. Inilah pemberian alam kepada kita. Tak hanya hijaunya yang menjadi udara untuk dihela, tak hanya airnya yang menjadi penyangga kehidupan, tapi keindahannya yang menjadi persembahan untuk patut di syukuri. Indahnya lukisan Tuhan. 



Air Terjun Sarasah ini memang lagi booming di kalangan pecinta alam di kota Padang. Setelah sebelumnya Air terjun di Lubuk Minturun. Air Terjun ini seakan menjadi magnet yang begitu indah untuk dikunjungi. Karena sebelumnya air terjun ini begitu terkenal di Intagram masyarakat kota Padang. Dan ternyata emank bener, wow keren banget.







Team:
Muhammad Arif Nasution
Heru Setiawan
Wildan Mufti
Kholil
Bang Amin
Bang Erwin
Muhammad Fauzi

Anda Pengunjung Ke :

IP

Flag Counter

Flag Counter

Komentar Terbaru